![]() |
| Dari Warung Kopi ke Warung Kopi: Untuk Diskusi Literasi. (Foto Karya Litera Indonesia) |
Warung kopi yang biasa saya datangi juga nggak cuma satu. Kadang di Warung Kopi Rakyat, kadang pindah ke Warung Kopi Taman Kota yang deket alun-alun, terus main ke SSK, kadang ke Plataran yang adem suasananya. Pernah juga duduk lama di Warung Kopi Buzaka, lanjut ke Garasi, ke WKJO, sampai nyempil ke Warung Kopi Braga yang nyeni banget. Pokoknya warung-warung kopi di Tuban ini udah jadi semacam kampus tanpa seragam. Isinya macem-macem, dari anak muda, bapak-bapak, mahasiswa, guru, sampe orang kantoran. Semuanya campur jadi satu. Tapi ada satu yang kadang luput dibahas: buku.
Nah, waktu itu saya lempar satu pertanyaan iseng di meja: “Kapan terakhir kali kalian baca buku, bukan baca status Facebook?” Semua langsung ketawa. Ada yang jawab terakhir baca buku pas sekolah dulu. Ada juga yang bilang, “Buku apa? Buku utang?” Tapi dari situlah obrolan mulai ngalir. Ternyata banyak yang sebenarnya pengin baca, tapi bingung mulai dari mana. Ada juga yang bilang buku itu mahal, susah dicari, atau terlalu berat bahasanya. Saya bilang, “Lah makanya, kita obrolin bareng. Nggak usah serius-serius amat. Literasi itu bukan cuma baca novel tebal. Baca berita yang bener, nulis status yang nggak ngawur, atau diskusi tanpa emosi, itu juga bagian dari literasi.”
Dari obrolan itu, tiap mampir ke warung kopi, saya jadi bawa buku satu dua biji. Nggak buat pamer, tapi siapa tahu ada yang penasaran dan pengin baca. Kadang saya tinggal aja bukunya di warung, biar dibaca siapa aja. Buku jadi numpang ngopi, ikut ngobrol bareng kita. Nggak jarang, ada yang akhirnya ikut cerita soal buku yang pernah dia baca. Kadang malah jadi panjang obrolannya, sampai lupa pulang.
Ternyata, literasi itu nggak harus selalu di ruang kelas. Di warung kopi pun bisa. Justru lebih cair, lebih nyambung, dan lebih jujur. Nggak perlu pakai istilah berat, cukup saling dengar dan saling cerita. Kadang satu cerita bisa memicu satu pemikiran baru. Dan dari situ, kita bisa sama-sama belajar, pelan-pelan tapi pasti.
Jadi buat saya, dari warung kopi ke warung kopi bukan cuma soal nyari tempat yang pas buat ngopi. Tapi juga nyari ruang yang nyaman buat ngobrolin banyak hal, termasuk soal literasi. Karena siapa bilang literasi cuma urusan orang pintar? Di meja kopi, semua bisa jadi teman diskusi. Tinggal butuh satu orang yang mau mulai cerita, dan sisanya akan ikut duduk, dengar, lalu bicara.
Dari warung kopi ke warung kopi, literasi itu kita bawa seperti cangkir kopi panas—pelan-pelan dinikmati, tapi bisa bikin melek dan hangat di hati.
.png)
0 Komentar